Sunday 6 October 2019

Pengalaman Operasi Miom di Dinding Rahim Sebesar 30 cm (Part 1)

Dua bulan lalu, saya dicurigai kanker ovarium oleh 5 dokter.
Ada potensi, beberapa organ reproduksi saya perlu diangkat. Termasuk kedua indung telur dan rahim.

(Still remember the feeling when that news came to my ear. Everything was on freeze. And I subtly share this feeling on my medium)



Anyway, never thought the next big and brave thing that I should go through gonna be like this: Pengalaman operasi miom ukuran besar di dinding rahim. FYI, ukuran miom di rahim saya 30 x 25 cm, dengan lebar 15 cm.

Berat badan saya sejak 15 tahun terakhir tidak jauh dari 43 - 45 kg, tinggi 158 cm. Massa sebesar itu di perut (belakangan diketahui beratnya sekitar 5 kg), memang dengan mudah dirasakan. Hanya saja saya terlalu lama membuat penyangkalan terhadap diri sendiri.

Baiklah, harus mulai dari mana, ya. Pada akhir Juli hingga akhir Agustus, hidup saya memiliki begitu banyak kejutan. Bingung, hehe, saya mencoba menulis dengan tidak terlalu emosional. Oke, mari.

Disclaimer: Sejak setahun terakhir memang perut saya membesar. 

Awalnya saya pikir, oh, gendutan. Oh, buncit nih. Oh, kembung kali karena saya punya asam lambung. Oh, perutnya membesar saat masa subur, mungkin pengaruh hormon.

Namun lama-kelamaan membesarnya mulai terasa berbeda. Butuh waktu lama juga sampai akhirnya berhenti membohongi diri sendiri dan mengakui, there's something wrong inside. 
22 Juli 2019. Saya memberanikan diri periksa ke dokter. Awalnya iseng. Ada waktu luang di Hari Minggu, lalu saya dan YBS cek-cek kesehatan ke UGD karena perut saya sedikit kram (di hari itu memang tidak ada dokter spesialis yang praktik).

Dari pemeriksaan pertama diketahui ada massa besar di perut saya. Saat itu juga langsung CT-Scan di UGD, hasilnya massa tersebut sebesar 25 cm. Ini sudah mengagetkan. Besar sekali. Saya googling dan mendapati sedikit sekali yang mengalami hal ini. Kalau pun ada, hasil akhirnya tidak terlalu melegakan :( Hasil CT-Scan menyebut itu kista.


Keluar ruangan CT-Scan. Kelihatan kan ya, perut saya besar?
Kata dokter, ukurannya kurang lebih sama dengan ketika kelak saya hamil 4 - 5 bulan.
Disclaimer: Ada miom terdeteksi di perut saya sebesar 6 cm, tahun 2016 lalu.

Tiga tahun lalu, disebutkan miom itu menempel di luar dinding rahim. Sempat bingung juga, kok, sekarang jadi kista?

Long story short, keesokan harinya saya dijadwalkan dengan obgyn di RS tersebut. Obgyn juga kaget melihat hasil CT Scan dan USG, lalu saya USG Transvaginal.
"Berat badan menyusut drastis?"
"Enggak, Dok... Malah ini berat badan tertinggi saya."
"Haid lancar? Sering pendarahan? Sering sakit?"
"Haid saya teratur banget siklusnya, saya selalu memperhatikan. Pendarahan tidak pernah. Sakit, iya, tapi saya rasa sakit normal hari pertama haid biasa."
"Saya rujuk kamu ke onkologi ya."
"Dok, maksudnya ada indikasi ini tumor ganas?"
"Hmm, ya... Ya kalau dilihat, ini padat soalnya. Bentuknya beda, untuk miom jarang sebesar itu. Sumbernya dari ovarium, dan bukan kista."
Sudah.

Saya dan YBS sepakat untuk minta rujukan ke dokter di Bandung karena kalaupun harus langsung ditindak, saya memilih untuk melakukan tindakan di Bandung agar bisa ditemani keluarga.

Diperiksa empat dokter di Bandung, diagnosis sama: Ada indikasi ganas

Tiga hari kemudian kami ke Bandung. Perjalanan Jakarta - Bandung malam itu sunyi. Banyak hal yang berkecamuk dan ketakutan-ketakutan yang memang saya hadirkan, supaya siap mendengar apapun yang akan didiagnosis dokter keesokannya. 

Saya sudah membuat janji dengan obgyn senior langganan keluarga, dan langsung diperiksa esok harinya. Ia kebingungan, dan memanggil dua dokter lain. Salah satunya, obgyn dengan sub-spesialis onkologi.

Setelah bersama-sama memperhatikan di layar ketika saya di-USG transvaginal, mereka sama-sama berdiskusi. Kemudian menyimpulkan bahwa saya sebaiknya ditangani oleh onkologi.
"Dok, benar ada potensi ganas?"
"Sepertinya iya, tapi tenang saja semua ada obatnya. Semua ada jalannya, nanti kita lihat sama-sama. Ada kemungkinan juga miom, karena saya tidak melihat ada pendarahan atau hal-hal lainnya. Bisa jadi, bisa jadi miom. Tapi ini padat sekali. Agak berbeda. Sebaiknya dicek sama onkologi dulu, ya. Dia lebih cocok menangani kamu."

Disclaimer: Saya memutuskan tidak menulis nama dokternya dan benar-benar tidak menyalahkan kecurigaan mereka atas keganasan di tumor saya.

Meski saat itu kecurigaan "tumor ganas/kanker ovarium" terasa sangat menyedihkan dan menyakitkan, di sisi lain saya mengerti, untuk massa/tumor sebesar itu, akan sulit untuk memastikan diagnosis. Sulit menyebut dengan pasti di mana pangkalnya, apa yang terjadi, dan lainnya, sampai memang prosedur operasi dijalankan.

Saat itu juga, saya langsung dipindahkan ke ruang praktik onkologi.

Pindah ruangan dengan hati tak keruan. USG Transvaginal lagi. Dia mencari rahim saya dengan agak sulit karena massa yang sudah besar itu.
"Rahimnya ada, terlihat. Ovarium ada, uterus ada tapi sudah terlihat mendesak. Suka sembelit?"
"Iya dok."
"Berat badan menyusut drastis?"
"Enggak."
"Sering pendarahan? Sering sakit? Haid teratur?"
"Haid teratur, enggak pernah pendarahan, sakit menstruasi saya normal dan wajar saja."
Tiga tahun lalu, selama 5 tahun saya bekerja di sebuah media massa perempuan dan mengisi rubrik kesehatan. Saya sering mewawancarai obgyn dan tentu saja gangguan organ reproduksi yang paling sering dibahas, mengingat medianya ditujukan untuk perempuan.

Jadi saya tahu betul, pertanyaan-pertanyaan yang selalu diajukan dokter ini merujuk ke mana.

Kami pindah ke meja konsultasi.
"Jadi bagaimana, Dok?"
"Pangkalnya di ovarium. Saya curiga, ada keganasan. Ya, benar yang dicurigai dokter yang merujuk kamu dan Prof tadi, ada indikasi kanker ovarium," dokter berkata pelan namun tegas.

Tidak usah ditanya perasaan saya saat itu. Alih-alih bayang-bayang petir di atas kepala ala sinetron, semuanya justru kabur. Rupa dokter dan apa yang ia sampaikan samar-samar menipis dan hilang. Saya tak bisa mendengar apa-apa.

Ketika pendengaran saya berfungsi lagi, saya mendengar ia sedang memaparkan beberapa kemungkinan. Soal germcell, ephitel, kemoterapi...
"Ada kemungkinan rahim harus diangkat... Kamu perlu konsultasi dulu dengan keluarga."
Ternyata, ini lebih buruk dari semua kemungkinan terburuk yang saya persiapkan.

Minggu Pertama Agustus 2019

Karena onkolog yang menangani saya sebelumnya sedang dinas ke luar negeri, saya memutuskan menghubungi onkolog satunya di tempat yang sama. Saya ingin semua lekas selesai dan ditangani.

Onkolog yang saya temui ini lebih senior. Saya juga membawa orangtua dan YBS, karena dari dokter sebelumnya, kami diminta berdiskusi mengenai pengangkatan organ-organ reproduksi jika memang kondisi yang terlihat di meja operasi mengharuskan itu.

Dokter onkologi senior ini mengiyakan kecurigaan dokter-dokter yang saya temui sebelumnya. Jika ditotal, ini dokter kelima yang mengindikasikan saya mengalami kanker ovarium.
"Dok, tapi anak saya ini tidak pernah ada keluhan. Dia beraktivitas seperti biasa, aktivitas dan mobilitasnya padat, tapi selalu terlihat sehat," ayah saya bertanya.
"Itulah kanker, Pak. Makanya sering disebut silent killer," jawabnya.
Kadang, gemas dengan komunikasi dokter yang seperti ini :'( Paham, ketika dokter mengajak kita menerima kemungkinan terburuk. Tapi, di situasi seperti ini, we seek for hope somehow.

Hasil Operasi Menunjukkan Itu Miom, Tidak Ada Keganasan
I promise you to comeback stronger. And I do, because of you.
Senin 4 Agustus 2019, saya sudah masuk ruang rawat inap. Kemudian operasi berlangsung esok siangnya. Kondisi saya yang terhitung cukup urgent membuat PA tidak bisa menunggu seminggu. Dokter melakukan vries coupe sehingga hasil pemeriksaan tumor oleh patologi bisa langsung dilakukan saat itu juga, saat saya masih terbaring di meja operasi.

Karena hasilnya akan menentukan tindakan yang diberikan kepada saya saat itu.

Hasilnya, alhamdulillah, tidak ganas :') Massa di perut saya adalah miom yang menempel di luar dinding rahim, dan membesar hingga ukuran 30 cm. Tidak ada keganasan. Dokter tidak mengambil organ reproduksi lain, organ lain pun diperiksa dan dalam keadaan baik, sehingga indung telur dan rahim saya masih utuh :')

Minggu lalu, setelah 1,5 bulan operasi, saya periksa lagi ke dokter yang menangani dan hasil USG menunjukkan semua sudah baik. Saya disarankan untuk melakukan suntik hormon untuk menekan esterogen, namun untuk yang satu ini, saya akan melakukan second opinion terlebih dahulu.

Namun, memang setelah ini saya perlu rutin periksa, karena namanya miom bisa kembali lagi. Meski tentu saja berharap, semuanya akan selalu baik-baik saja dan kalaupun ada yang harus terjadi, tidak akan lebih buruk dari yang telah dialami ini. AMIN PALING SERIUS!

Maaf jika postingannya panjang sekali namun belum mencakup semua hal :( Akan diperbaharui lain waktu, juga ditambah ke part 2 untuk menerangkan proses operasi saya, biaya operasi miom laparotomy, recovery pasca-operasi yang ternyata challenging banget mengingat saya melalui vertical incision laparotomy sepanjang 15 cm, membujur dari atas pusar hingga atas vagina. 

Sebelum check out RS, akhirnya mandi setelah 5 hari cuma dilap-lap
Tidak lupa juga untuk menceritakan betapa pentingnya support system, karena saya yakin tidak akan bisa setegar dan tenang ini, tanpa adanya mereka :""") Meski saya sempat mengalami pertarungan batin ketika tersadar bahwa rahim milik saya ini menjadi masalah semua orang dan keputusan harus dirundingkan bersama. But I know who I share my problem with, and in the end, it's a matter of trust.

Sesungguhnya maju mundur banget untuk bikin cerita pengalaman ini, namun saya merasakan sekali manfaatnya membaca blog teman-teman serta forum yang membahas mengenai hal serupa. 

Miom besar itu jarang terjadi, tapi bukan berarti tidak ada harapan. Saya paham, mengumpulkan keberanian itu perlu waktu lama sekali. Namun jika bisa kembali ke beberapa waktu lalu dan saya bisa memilih, saya merasa semua akan lebih baik apabila saya tidak banyak menunda.

See you on another post, ya. Semoga kita semua sehat selalu :')

5 comments:

  1. OMG... kaget gua, secara kalo ketemu kayanya sehat-sehat aja :")

    Anneellll hugssssss!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah skrg sehat-sehat alhamdulillaaaaah :")

      Makasih, Galuh! >:D<

      Delete
  2. Pasca operasi mengalami pendarahan karna sisa² jaringan tak?klo iya berapa lama?
    Saya pasca operasi miom sdh 1 bln msh menagalami pendarahan.pendarahannya sih tdk banyk..dikit aja kdang cuma flek².

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ak jg habis oeprasi miom sis .. oeprasi sekitar 1,5 bulan yg lalu .. dan saat ini lg ngalamain flek dan kram perut .. ak kira ak doank yg ngalamin ..

      Delete
  3. This is fantastic and fabulous. many people should try this. thank you for sharing this blog.
    https://kdmaster.com.au/

    ReplyDelete